Minggu, 24 Februari 2013

Bangsa Latah dan Bedebah

Setelah puas ber-Gangnam Style, kini rakyat Indonesia, kembali diguncang dengan tarian latah bernama Harlem Shake. Sungguh memalukan. Tarian-tarian yang dimiliki Indonesia, sudah sangatlah banyak, dan memiliki gerakan yang anggun, digantikan dengan tarian yang tak karuan dan aneh. Mereka menari sembarangan, dengan atribut-atribut yang konyol, bahkan cenderung merendahkan martabatnya sendiri jika sampai ia ikut-ikutan menari lalu sampai dipublish di media internet videonya. Saya heran, mengapa mudah sekali kita jadi bangsa yang latah ikut-ikutan. Menjijikkan sekali. Yang seperti ini akan menjadi pemimpin di masa depan? Cuih, pergi ke laut saja.


Sudah terlalu lama, bangsa ini dilenakan, dimanja-manja, dan sekaligus secara tersirat atau tersurat dipermalukan melalui trend-trend yang dianggap asyik, gaul, dan penuh kehura-huraan.
Sebenarnya, apa yang ada di benak mereka yang begitu latah mengikuti trend-trend yang beredar tanpa mau menyaringnya terlebih dahulu?
Baiklah, demikian tulisan emosional saya. Saya mengerti, karena rakyat belum menerima edukasi yang layak untuk bermental cerdas dan memiliki harga diri. Ini tentu menjadi tugas kita bersama. Era globalisasi, mana mungkin kita bisa membendung segala hal masuk ke negeri kita. Teknologi kian canggih, maka yang perlu dibenahi adalah kita, masyarakat Indonesia, agar cerdas menyikapinya. (riz)

Selasa, 19 Februari 2013

20 tahun

20 Tahun hidup di dunia,
saya belum berbuat banyak. Jika patokannya adalah sepertiga waktu untuk dunia, sepertiga akhirat, dan sepertiga istirahat, maka sekitar 6,7 tahun saya hanya tidur. Belum lagi, saat usia saya belum baligh, anggap saja bisa setengah hari saya tidurnya.

Bisa jadi, sebenarnya selama 20 tahun saya hidup, baru 1-4 tahun baru benar-benar beramal yang baik. Ah, rasanya kurang malah. Lebih banyak lalai dan maksiatnya daripada taat pada Allah...

Soal berbakti pada orang tua? saya termasuk setengah nurut, setengah bandel. Disuruh masih suka males-malesan. Kadang masih meninggikan suara. Apalagi ketika usia-usia labil, masa SMP dan SMA.

Hm.. Surga masih jauh....

(Muhasabah)

18 Februari 2013

*******************
Tapi, saya tak boleh berputus asa dari rahmat Allah :)
Tetap menatap masa depan gemilang,
bukan soal kaya dan berkarir sukses,
ada yang lebih urgen,
menyelamatkan Iman dan Islam saya. :)

Jumat, 15 Februari 2013

Pohon Delima Kenang-kenangan

Saat itu saya sedang sibuk ujian kenaikan kelas 7 SMP. Saat di sekolah seorang teman saya, Puji Trada membawa beberapa buah delima merah. Lalu saya pun kebagian sebuah. Ternyata buah tersebut dipetiknya dari pohon delima merah di rumahnya. Lalu dengan bercanda saya meminta anak pohon delimanya jika ada. Saya pun beruntung, ternyata di rumahnya ada bibit pohon delima.

Keesokan harinya, dia membawakan bibit pohon tersebut ke sekolah untuk saya. Berpotkan gelas air mineral bekas, bibit tersebut tingginya sekitar 10 cm. Dengan senang hati dan mengucap terimakasih, saya pulang dengan membawa bibit tersebut. Saya letakkan di belakang rumah, tepatnya di bawah tangki penampungan air yang tempatnya cukup teduh. Jadi pohon tidak terlalu kepanasan oleh terik sinar matahari kalau siang hari.

Setiap pagi dan sore saya sirami dengan semangat dan riang gembira, karena saya suka sekali buah delima. Dulu pertama kali memakan buah delima, saat ibu pulang dari Tanah Suci Mekkah. Saya pikir akan sulit sekali mendapatkan atau membeli buah delima di Sangatta,  alhamdulillah, Allah memberi saya kesempatan untuk mencicipinya lagi lewat teman saya yang mempunyai pohon tersebut. Terlebih lagi saya juga kebagian bibitnya untuk ditanam di rumah. Saat itu dalam hati saya berkata,"Duh.. senangnya jika kelak pohon tersebut berbuah."

Beberapa minggu kemudian, liburan sekolah tiba. Saya sekeluarga berlibur ke tempat saudara di Nusa Dua, Bali. Di rumah hanya ada rekan orang tua yang menjaga rumah. Saya tinggalkan pohon delima tersebut. Semoga saja tidak mati saat saya pulang dari Bali.

Ketika pulang dari liburan yang menyenangkan di Bali. Cukup menyedihkan, pohon delimanya kering, layu, dan sepertinya, entah siapa, tak sengaja menumpahkan cairan sejenis minyak ke pohon tersebut. Saya cukup sedih dan agak kecewa. Saya kecewa karena tidak bisa merawat bibit pohon delima pemberian teman saya.

Saya sudah tak tahu lagi, apakah bibit pohon delima tersebut masih bisa tumbuh atau tidak. Bibit pohon tersebut saya pindahkan posisinya, ke tempat yang lebih lembab dan berair. Saya membiarkannya mati. Karena saya tek tega hati membuangnya.

Karena telah sibuk masuk sekolah, saya tak memikirkannya lagi. Namun sebuah keajaiban. Saat lewat di dekat lokasi di mana "mantan" bibit delima yang saya pikir sudah mati, saya sepintas melihat ada sebuah tanaman hijau yang segar. Sekitar 30-40 cm tingginya.  Tak disangka dan tak di duga! Ternyata itu bibit pohon delima yang saya kira mati, kini tumbuh subur dan lumayan tinggi! Subhanallah...

Dengan semangat dan gembira, saya mulai menggali tanah di halaman belakang rumah. Saya pindahkan bibit pohon delima tersebut dari gelas air mineral bekas, ke lubang galian.

Setahun kemudian setelah saya merawatnya, hingga tingginya sudah kurang lebih 1 meter. Pohon tersebut berbunga. Bunga perdana! 
Dengan senang hati setiap hari saya memperhatikan bunganya tumbuh. Akhirnya beberapa bunga tersebut menjadi buah.

Ternyata cukup lama buah delima matang. Biasanya tanda-tanda buah delima merah matang, kulit luarnya memerah. Dengan sabar saya menyiram dan memotong rumput-rumput pengganggu di sekelilingnya. Sekitar dua bulan, buahnya sudah besar, sebesar genggaman tangan orang dewasa. Kulit luarnya pun hijau kemerah-merahan. Senang sekali rasanya. Ada kepuasan tersendiri jika tanaman yang sejak kecil ukurannya kita rawat, kini tumbuh subur dan berbuah. Subhanallah, sungguh karunia Allah, yang menumbuhkan bermacam buah-buahan dari tanah.

Dengan perasaan yang bahagia, saya bawa buah-buah delima itu ke sekolah untuk saya makan bersama teman-teman. Saya pun dengan semangat menceritakan tentang bibit pohon delima yang semula kecil menjadi besar dan berbuah. Yang semula saya pikir mati, kini tumbuh subur kepada teman saya, Puji Trada yang telah memberikan bibit tersebut. Tampaknya dia juga senang, karena saya bisa merawat bibit pohon tersebut.

Alhamdulillah.....

Sangatta, 17 Juli 2008, dengan rasa bahagia, saya menuliskan ini untuk tanda persahabatan.

Berarti saat ini, pohonnya sudah sekitar 7 tahun, masyaallah ^^

sumber : masrizqon.multiply.com
Jumat, 08 Februari 2013

Sebuah Tulisan

Bismillah...

Perjalanan manusia, memang penuh liku. Naik dan turun. Entah bagaimana nanti ujungnya. Di tempat rendah, ataukah tinggi, atau di tempat landai biasa saja.

Aku dengan segenap keterbatasanku ingin menjadi manusia yang baik, pada Allah taat, penuh manfaat, jauh dari hal-hal laknat.

Yang kutahu, Allah menyukai para pendosa yang bertaubat, dan tak menyukai ahli ibadah yang hatinya tak rendah, ibadahnya membuat merasa gagah dan pongah.

Perjalananku sama seperti manusia lain, kadang merasa hebat, bangga, namun di langkah yang lain merasa diri sehina-hinanya manusia. Silih berganti.

Hanya satu hal yang kupahami, saat hina maupun mulia, tautkanlah hati hanya pada Allah semata. Aku dengan segala kelemahanku, selalu berharap agar diriku selamanya terbebas dari belenggu-belenggu angkara murka.

Satu hal yang akan selalu kuingat, bahwa, harta, tahta, apapun yang kita miliki, kelak akan tamat kecuali mana yang paling bermanfaat, serta diterima oleh semulia-mulianya Zat.

Aku tahu dosaku melebur setia dalam dagingku, padahal saat aku lahir diriku suci, namun semakin bertambah usia, rasanya dosa kian bertambah. Andaikan dosa ini berbentuk bisul, niscaya aku jadi manusia paling buruk rupa.

Aku tahu dosaku seluas samudera, namun ampunan Allah lebih besar dari semesta. Namun yang kutakutkan bukanlah besarnya dosaku, namun rasa aman dari dosa-dosaku itu. Hingga aku ulang-ulang dan ulang.

Ibarat seorang yang terikat, aku ingin aku terikat oleh agama Allah, oleh petunjuk Allah, sehingga terseyok bagaimanapun, yang kuingin aku tetap terbawa arus ampunanNya, terbawa laju menujuu ridhoNya. Ah... aku tak mau jika tulisan ini seperti pembelaanku atas maksiat-maksiat diriku.

Aku hanya seorang yang compang camping keimanan dan akhlaknya, namun, aku tidak pernah ingin menyerah dari Rahmat dan AmpunanNya. Karena kalau ada bisikan agar aku menyerah dari usaha perbaikan diri, maka sungguh itu dari syetan.

Kepada kalian, sebuah pesan dariku, jangan pernah putus asa dari rahmat dan ampunanNya. Itu satu-satunya jalan keselamatan. Jika sejuta kalian berdosa dan bertaubat lagi, lalu berdosa lagi, dan taubat lagi, maka semoga saja, yang kesejuta satu, semoga benar-benar Allah mudahkan agar itu menjadi dosa terakhir lantaran kau tak pernah putus asa ari rahmat dan ampunanNya.

Sangatta, 8 Februari 2013