Senin, 11 Maret 2013

Secangkir Sore


Rintik bersuara menitik, perlahan menyudahi derasnya.
Sementara matahari sudah terlanjur tenggelam sebelum waktunya. 
Di balik awan-awan bergumpal berwarna kelabu.
Sore ini adalah sore yang dingin.
Sore kesekian kali di musim hujan ini.

Aku masihlah aku yang selalu duduk di depan mejaku, 
untuk menikmati secangkir sore.
Melamunkan senja yang selalu kelabu.
Yang memerahnya tak setiap waktu, adalah keberuntunganmu bisa memandangnya.
Di musin ini, musim hujan.

Sementara itu, untuk kesekian kalinya,
ada sebuah jalan yang selalu terlintasi dengan sengaja atau tidak
sebuah jalan di alam pikiran
membawaku loncat ke sana dan ke mari.
Memikirkan segala kemungkinan,
mempertarungkan praduga,
baik dan buruk.
Mengadu mereka dalam dua sangkar yang memiliki saluran semacam pipa penghubung.
Hati dan otak. Keduanya memiliki pipa penghubung.
Praduga prasangka itu hilir mudik bertarung melewati pipa itu.

Sore ini hujan baru berakhir.
Namun kuberitahukan lagi,
bahwa matahari sudah terlanjur tenggalam sebelum waktunya.
tak akan ada pelangi usai hujan sore ini.
juga sore-sore kebanyakan di musim ini.

Aku, dimejaku, 
dan secangkir sore.

M. Rizqon F.
Solo, 10 Maret 2013 

0 komentar:

Posting Komentar